Menu

Mode Gelap

Opini · 20 Mei 2023 14:42 WIB

Pencegahan Perkawinan Anak Di Kabupaten Sumbawa Tahun 2023


 Pencegahan Perkawinan Anak Di Kabupaten Sumbawa Tahun 2023 Perbesar

Sri Wahyuni

Prodi Magister Managemen Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa

Email: yunisamawa76@gmail.com

 

ABSTRAK

Penelitian mengenai strategi pencegahan pernikahan usia dini di Kabupaten Sumbawa begitu penting dilakukan. Pernikahan anak usia dini berdampak negatif bagi remaja dan ketika dalam menjalani hidup berkeluarga. Alasan orang tua dulu melakukan pernikahan usia dini karena untuk menghindari zinah dan fitnah dan perjodohan dari orang tua mereka. Akibatnya lingkungan persepsi orang tua menjadi negatif berdasarkan pengalaman buruk yang mereka alami setelah melakukan pernikahan usia dini, yaitu pendidikan rendah, mengalami kekerasan hingga perceraian dan ibu usia muda mengalami pendarahan.

 

PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi permasalahan keluarga merupakan fenomena gunung es yang harus direspon oleh negara dengan solusi melalui upaya peningkatan kualitas keluarga yang harus dilakukan oleh pemerintah dan mitra pembangunan lainnya. Kualitas keluarga sebagai pemenuhan hak pengasuhan bagi anak merupakan pelaksanaan komitmen setelah pemerintah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dan diintegrasikan dalam era otonomi daerah melalui pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah kabupaten/Kota yang mempunyai sistem pembangunan barbasis hak anak yang dilakukan melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam bentuk kebijakan program dan kegiatan yang ditujukan untuk pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi prioritas penanganan stunting. Survey Status Gizi Indonesia (SSGI), di tahun 2021 prevalensi stunting di provinsi NTB sebesar 31,4 persen, kemudian tahun 2022 prevalensi stunting naik menjadi 32,7 persen. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tingginya perkawinan di bawah umur. Angka pernikahan anak di NTB mencapai ratusan kasus pada tahun 2022. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Mataram, jumlah dispensasi pada tahun 2022 di NTB sebanyak 710 kasus.dan khusus sumbawa sebanyak 122 kasus.

 

 

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yaitu data yang  dikumpulkan berbentuk kata-kata,  (Lexy J. Moleong, 2019). Lokasi dan objek penelitian dilakukan di Kabupaten Sumbawa . Pengumpulan data dengan wawancara mendalam, dan observasi

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi menunjukkan setidaknya terdapat 9 faktor yang menurut para informan menjadi pendorong praktik perkawinan anak di daerah. Berikut sembilan faktor pemicu perkawinan anak di Indonesia.

  1. Sosial Faktor sosial (28,5 persen) menjadi yang paling menonjol sebagai pendorong kasus perkawinan anak, karena beberapa pengaruh berikut ini. Adanya pengaruh lingkungan Perilaku berpacaran yang berisiko Tekanan orang tua untuk mendapatkan cucu atau menantu Adanya desakan masyarakat sekitar Mengikuti teman yang sudah menikah Hubungan tidak mendapatkan restu orang tua Keinginan kuat dari anak sendiri untuk menikah Lingkungan sosial dan kondisi geografis suatu wilayah seringkali berhubungan erat dengan perkawinan anak.  Di perdesaan, yang memiliki keterbatasan aksesibilitas informasi, pendidikan, dan transportasi, banyak ditemukan kasus perkawinan anak. Pada masyarakat perkotaan praktik perkawinan anak cenderung lebih rendah, dan jika pun terjadi, penyebabnya mayoritas adalah kehamilan remaja, gaya berpacaran anak yang berisiko terhadap kehamilan, serta pengaruh informasi atau role model di media sosial mempromosikan perkawinan.
  2. Kesehatan Faktor kedua yang paling banyak menjadi pendorong meningkatnya kasus perkawinan anak ini adalah faktor kesehatan. Faktor kesehatan ini dipicu oleh kehamilan remaja, kondisi emosional dan mental remaja yang belum stabil, pengetahuan yang terbatas tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, serta pola berpacaran remaja yang berisiko. Semua ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkawinan anak. penyebab praktik perkawinan anak mayoritas akibat kehamilan remaja, rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan gaya berpacaran yang berisiko. Apalagi, orang tua yang mengetahui anaknya mengalami kehamilan remaja, biasanya segera mengawinkan anaknya segera mengawinkan anaknya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk permintaan atau pertanggungjawaban moral dari pasangan anak tersebut, sekaligus menyelamatkan martabat dan harga diri keluarga.
  3. Pola asuh keluarga Faktor berikutnya yang mendorong kasus perkawinan anak adalah pola asuh keluarga.  Pola asuh dalam keluarga erat kaitannya dengan kejiwaan anak yang dapat berdampaknya pada keputusan anak terhadap hidupnya. Anak korban perceraian orang tuanya berpotensi mengalami gangguan kejiwaan. Dalam situasi seperti ini, anak kemudian mencoba mencari tempat nyaman di luar rumah, seperti di rumah teman, di rumah pacar hingga akhirnya memutuskan menikah. Anak yatim atau yang tidak tinggal dengan keluarga dekat atau walinya sehingga kurang mendapat perhatian dan pengasuhan layak, sehingga rentan melakukan tindakan beresiko termasuk perkawinan anak. Anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, termasuk sikap orang tua yang acuh terhadap perkembangan anaknya sehingga mengakibatkan anak kurang memiliki motivasi untuk melakukan hal-hal yang positif dalam kehidupannya. Anak dengan orang tua yang memiliki pola pikir dan pengasuhan yang terlalu kaku dan mempunyai kekhawatiran yang berlebihan terhadap pergaulan anak. Pola pikir orang tua seperti ini kemudian cenderung mendorong anak melakukan praktik perkawinan anak demi menghindari potensi dampak negatif dari pergaulan anaknya.
  4. Ekonomi Faktor ekonomi dapat mendorong orang tua atau keluarga untuk mengawinkan anaknya di usia dini.  Sebagian orang tua terobsesi untuk memperbaiki perekonomian rumah tangga dengan menjodohkan anak saat masih berusia di bawah 19 tahun dengan harapan untuk mengurangi beban pengeluaran ekonomi keluarga.
  5. Kemudahan akses informasi Faktor lainnya adalah peningkatan penggunaan internet dan media sosial (medsos) yang semakin pesar, terutama di kalangan anak dan remaja, telah menyebabkan perubahan gaya komunikasi dan interaksi sosial di antara anak dan remaja.
  6. Adat dan budaya dapat disalahartikan di suatu komunitas yang kemudian membentuk semacam stigma, nilai, dan kepercayaan dan pelabelan sosial bagi anak yang belum menikah.  Sehingga, ada tekanan kepada anak perempuan dengan berbagai label seperti “perawan tua”atau “perempuan tidak laku” yang mendorong keluarga besar untuk segera mengawinkan anak meraka di usia dini (anak). Selain itu, adanya berbagai perspektif salah satunya seperti “lebih baik menikah muda kemudian bercerai daripada tidak laku” ini juga mendorong orang tua segera menikahkan anak mereka yang masih dini.
  7. Pendidikan Seperti yang telah disebutkan dalam beberapa faktor-faktor pemicu perkawinan anak di atas, pengaruh utama yang banyak berkaitan adalah mengenai edukasi atau pendidikan. Nah, faktor pendidikan sendiri juga dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko terjadinya perkawinan anak. Pendidikan memengaruhi pengetahuan, informasi, edukasi, dan komunikasi terkait dampak perkawinan anak baik dari sisi orang tua maupun anak.  Orang tua dengan pendidikan terbatas, cenderung memiliki pengetahuan yang rendah pula terhadap dampak perkawinan anak.
  8. Agama Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dimana memiliki nilai, keyakinan, dan panduan mengenai tata cara perkawinan.  Perkawinan dapat dilakukan apabila seorang muslim (lakilaki maupun perempuan) telah memasuki usia remaja yang ditandai dengan perubahan fisik yang disebut dengan istilah “akhil baliq”. praktik perkawinan anak dianggap bukanlah tindakan yang melanggar norma atau syariat agama Islam sepanjang persyaratan dan tatacaranya telah sesuai ajaran agama. Praktik perkawinan anak dinilai sebagai upaya untuk menghindarkan anak dari perzinahan yang merupakan salah satu perbuatan dosa besar dalam keyakinan umat muslim.
  9. Hukum  Pada Pasal 7 UU Nomor 16/2019 tentang Perkawinan sebenarnya telah memperketat prosedur pemberian dispensasi batas usia minimal perkawinan.  Mahkamah Agung pada tanggal 21 November 2019 telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.  Peraturan tersebut sebagai pedoman teknis bagi para hakim dalam proses persidangan permohonan dispensasi perkawinan bagi calon pengantin yang masih berusia anak.  Namun, dalam implementasinya pedoman tersebut kurang konsisten dijadikan acuan dalam mengambil keputusan oleh hakim, dan penerapan prosedur yang tidak seharusnya ini ditengarai menjadi celah praktik perkawinan anak yang ‘dilegalkan’ oleh Undang Undang.

Pencegahan Pernikahan Dini Sebagai Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu

Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Sebanyak 18% penduduk dunia adalah remaja, sekitar 1,2 milyar jiwa. Rentang usia ini merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psiklogis, maupun intelektual. Rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan untuk mencoba hal-hal baru merupakan ciri khas remaja. Hal tersebut tak  jarang disertai dengan pengambilan keputusan yang ceroboh atau tidak berpikir panjang, seperti menikah muda/ pernikahan dini misalnya.

Pernikahan dini masih banyak ditemui di seluruh dunia. Setiap tahunnya sebanyak 10 juta perempuan di dunia menikah pada usia <18 tahun. Hal ini menyebabkan angka kematian ibu dan anak, penularan infeksi menular seksual, dan kekerasan semakin meningkat bila dibandingkan dengan perempuan yang menikah pada usia >21 tahun.

Kehamilan maupun proses persalinan pada usia muda tentunya memiliki risiko atau komplikasi yang berbahaya, antara lain:

Perempuan yang melahirkan sebelum usia 15 tahun memiliki risiko kematian 5 kali lebih besar daripada perempuan yang melahirkan pada usia >20 tahun

Kematian pada ibu hamil usia 15-19 tahun lebih sering dijumpai di negara dengan pendapatan yang menengah ke bawah

Bayi yang lahir dari perempuan usia <18 memiliki risiko mortilitas dan mobbiditas 50% lebih besar daripada bayi yang lahir dari ibu usia >18 tahun

Bayi lahir prematur, BBLR, dan perdarahan persalinan

Untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak di seluruh dunia, berbagai usaha dilakukan antara lain:

Mencegah terjadinya pernikahan dini

WHO telah mengeluarkan peraturan untuk melarang terjadinya pernikahan pada usia <18 tahun

Meningkatkan edukasi dan pemberdayaan perempuan

Jika edukasi perempuan tinggi, harapannya akan lebih melek tentang kesehatan. Sehingga mampu menentukan untuk menunda pernikahan ataupun kehamilan.

Mensiasati dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat

Memfasilitasi Antenatal Care (ANC) pada ibu-ibu usia muda

Menggunakan sarana layanan kesehatan sebagai perantara menuju sarana pelayanan lainnya

Melakukan evaluasi dan perluasan cakupan

Meningkatkan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi, meliputi:

Pengetahuan bahwa perempuan bisa hamil dengan 1 kali hubungan seksual

Penularan HIV/AIDS dapat dikurangi jika berhubungan seksual dengan satu pasangan yang tidak memiliki pasangan dan penggunaan kondom

Memiliki pengetahuan komprehensif seputar HIV/AIDS

Mengetahui satu atau lebih gejala PMS pada laki-laki dan perempuan

Mengetahui tempat penyedia layanan informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja

Informasi kesehatan reproduksi remaja hanya diketahui oleh 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki. Pendidikan dan pemberdayaan pada remaja sangatlah penting untuk menghindari terjadinya pernikahan dini. Selain pemerintah dan tenaga kesehatan, peran orang tua terutama ibu sangatlah penting dalam menyampaikan hal-hal mendasar terkait norma dan informasi kesehatan reproduksi remaja. Jika upaya untuk mengurangi pernikahan dini bisa tercapai, maka angka kematian ibu maupun bayipun akan menurun. Tiap 10% penurunan kejadian pernikahan usia <18 tahun akan menyebabkan angka kematian ibu juga menurun hingga 70%.

 

 

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemerintah Kabupaten Sumbawa membuat nota kesepakatan bersama dengan kantor kementerian agama kabupaten sumbawa, pengadilan agama kabupaten sumbawa tentang pencegahan perkawinan anak, perlindungan perempuan dan anak dispensasi kawin anak dan penguatan psikologis bagi siswa dan orang tua siswa dalam wilayah yurisdiksi kabupaten sumbawa, maksud kerja sama sinergitas ini adalah  dalam rangka mewujudkan kepentingan terbaik anak (The Best Interest  of  The  Child)   dalam  pelaksanaan  putusan  secara  paksa  (eksekusi) terkait sengketa anak agar tidak menimbulkan trauma bagi anak, serta melakukan pencegahan terjadinya perkawinan anak dan menurunkan angka perkawinan anak di Kabupaten Sumbawa. Kerjasama ini juga bertujuan untuk melindungi dan menjamin kelayakan hidup perempuan dan anak yang berkesetaraan gender, sehingga anak bisa tumbuh secara normal dan sejahtera. Ruang lingkup kerjasama ini yakni tercapainya komitmen dalam pelaksanaan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Sumbawa, mendukung Kabupaten Sumbawa Layak Anak dan Anugerah Parahita Ekapraya bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dengan pokok kegiatannya mencakup:

  1. 1. Pembinaan dan sosialisasi untuk mencegah terjadinya perkawinan anak;
  2. Bimbingan dan konseling bagi calon pengantin yang masih usia anak;
  3. 3. Pendampingan dan  memastikan  anak-anak  yang  melakukan  perkawinan/ pernikahan mendapat perlindungan;
  4. Mengedukasi keluarganya dan masyarakat agar tidak terjadi perkawinan anak;
  5. Menghadiri kegiatan-kegiatan yang  dilaksanakan  oleh   para   pihak,  apabila diperlukan dalam pencegahan perkawinan anak;
  6. Membantu menyebarluaskan informasi terkait dampak negatif pernikahan anak.
  7. Melakukan pendampingan  terhadap  perempuan  yang  berhadapan  dengan hukum dan pelaksanaan eksekusi anak jika di perlukan berdasarkan permintaan Pihak;

 

Kegiatan diintervensi sesuai dengan wewenang tugas pokok dan fungsi masing masing lembaga mitra yang sub urusannya sama dalam hal ini  tentang terkait dengan pencegahan perkawinan anak dan pertlindunagn perempuan dan kesetaraan gender. Pemerintah Kabupaten Sumbawa disebut sebagai Pihak Kesatu, Kantor Kementerian Agama disebut sebagai Pihak Kedua dan Kantor Pengadilan Agama disebut sebagai Pihak Ketiga

Kegiatan yg dilakukan oleh masing-masing Lembaga yang bermitra, yaitu sebagai berikut :

  • Tugas dan Tanggung Jawab PIHAK KESATU:
  1. Pendampingan, Assesmen dan penguatan psikologi oleh Psikologi (Konseling oleh Psikologi Puspaga bagi anak yang memerlukan dispensasi kawin di Pengadilan Agama), pendampingan perempuan berhadapan dengan hukum maupun dalam pelaksanaan eksekusi anak;
  2. Membuat surat keterangan terkait kondisi psikologi calon pengantin pada usia anak yang memerlukan dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama secara cepat dan gratis;
  3. Menghadiri pendampingan anak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh para pihak apabila diperlukan;
  4. Pendampingan dan mendorong Satuan Pendidikan untuk berperan aktif mencegah terjadinya perkawinan anak, mengoptimalkan pencegahan perkawinan dini dengan melakukan penguatan pendidikan karakter yang berbasis kearifan lokal serta memberikan pendampingan, pengawasan, dan pemahaman terutama terkait pendidikan kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender;
  5. Mewajibkan semua satuan pendidikan untuk melakukan tindakan penanggulangan kekerasan terhadap anak sesuai ketentuan pelaksanaan operasional yang sudah ditentukan;
  6. Mengkampanyekan wajib belajar 12 Tahun kepada peserta didik dan orang tua/wali melalui Satuan Pendidikan dan sosialisasi pencegahan perkawinan anak dalam program pendidikan sekolah.

 

  • Tugas dan Tanggung Jawab PIHAK KEDUA:
  1. Pencegahan perkawinan anak dan dampak-dampaknya di masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pengajian dan bimbingan perkawinan melalui KUA Kecamatan dan BP4 dan mengedukasi masyarakat agar tidak terjadi perkawinan anak;
  2. Mendorong satuan pendidikan pada wilayahnya untuk berperan aktif mencegah terjadinya perkawinan anak, mengoptimalkan pencegahan perkawinan dini dengan melakukan sosialisasi dan penguatan pendidikan karakter yang berbasis kearifan lokal serta memberikan pendampingan, pengawasan, dan pemahaman terutama terkait pendidikan kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender;
  3. Menghadiri kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh para pihak apabila diperlukan.

 

 

  • Tugas dan Tanggung Jawab PIHAK KETIGA:
    1. Membuat kebijakan bagi anak yang akan memelukan dispensasi kawin untuk dilakukan bimbingan konseling dari dari psikolog PUSPAGA mitra kerja DP2KBP3A Kabupaten Sumbawa untuk penguatan psikologisnya.
    2. Melakukan pendekatan yang lebih humanis dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dalam pelaksanaan putusan secara paksa (eksekusi) terkait sengketa anak agar eksekusi tidak mendapat hambatan dan menimbulkan trauma bagi anak yang akan dieksekusi.
    3. Menghadiri kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh para pihak apabila diperlukan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
  2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang peradilan Agama;
  4. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana;
  5. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
  6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga;
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah;
  9. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak;
  10. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The Rights of The Child (CRC) atau Konvensi tentang Hak-hak Anak (KHA);
  11. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2023 tentang Kementerian Agama;
  12. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin;
  13. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kelola Instansi Vertikal Kementerian Agama;
  14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan;
  15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerja Sama Daerah dengan Pihak Ketiga;
  16. Surat Edaran Menteri PPPA No. 57 Tahun 2020 tentang Pengembangan Layanan Pusat Pembelajaran Keluarga di Daerah;
  17. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak;
  18. Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 44 Tahun 2016, tentang Penyandang
  19. Peraturan Bupati Sumbawa  Nomor 19 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak di Kabupaten Sumbawa Tahun 2018-2022;
  20. Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 37 Tahun 2019 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif Kabupaten Sumbawa;
  21. Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 722 Tahun 2020 tentang Penetapan Sekolah Ramah Anak di Kabupaten Sumbawa;
  22. Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 421.7/1297/Dikbud/2020 Tahun 2020 tentang Surat Edaran Sekolah Ramah Anak;
  23. Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 431 Tahun 2022 tentang Pembentukan PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) Samawa.
  24. Kemenkes RI, 2015, Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja, Pusat Data dan Informasi Kemenkes, Jakarta
  25. The Global partnership to end child marriage, 2013, Talking point: Child marriage and Maternal and Child health, Gilrs Not bride, UNFPA
  26. PNMCH, 2012, Reaching Child Brides, London
  27. Raj A, Saggurti N, Winter M, Labonte A, Decker MR, Balailah D, Silverman JG, 2010, The effect of maternal child marriage on morbidity and mortality of children under 5 in India: cross sectional study of a nationally representative sample, BMJ
Artikel ini telah dibaca 23 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Pemimpin Muda Dalam Tatanan Birokrasi Dan Karakteristiknya

10 Desember 2023 - 09:24 WIB

Dukung Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Bidang III DPMD Berkunjung ke Sumbawa Techno Park Di UTS

9 Desember 2023 - 12:04 WIB

Hakikat KIP Kuliah

6 Juli 2023 - 07:38 WIB

Mutu Pendidikan Rendah Akar dari Semua Masalah Hidup

1 Juni 2023 - 13:04 WIB

Inovasi Laboratorium Klinik Rumah Sakit Pasca Covid-19

29 Mei 2023 - 12:56 WIB

Perforasi Gaster ; Kenali Bahayanya dan Cegah Bersama

24 Mei 2023 - 17:22 WIB

Trending di Opini