Rizkika Aulia Henika Putri – Fakultas Peternakan dan Perikanan, Prodi Peternakan, Universitas Samawa ( Unsa)
Seperti yang diketahui bersama bahwa suatu energi adalah sumber dari kehidupan bagi makhluk hidup yang menetap di bumi. Energi sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditransformasikan dalam bentuk kerja dan kalor serta disimpan sebagai makroskopik. Paradigma sekarang dibawa ke arah hasil hutan yang mampu memberikan signifikasi secara kontinu dalam penjagaan lingkungan dan produksi pertanian serta peternakan. Fokusnya ialah pengalihan sumber daya hutan yang memiliki watak dapat diperbaharui serta masyarakat kecil yang diberdayakan. Secara intensif dikatakan bahwasanya suatu sistem pengelolaan sumber daya alam dijadikan penelitian teknologi hasil hutan dengan cara perpaduan SDA yang dapat diperbaharui guna kelestarian alam.
Namun, dewasa ini kita disadarkan akan konsumsi dan kebutuhan kian meningkat bersamaan dengan naiknya populasi masyarakat begitu pula dengan perekonomian. Implikasinya, menipisnya kondisi ide-ide masyarakat untuk mengolah bahan pakan ternak yang berada di Indonesia. Guna menyederhanakan hipotesa negatif dari dampak tersebut, sebagai contoh melalui pengembangan sumber terbarukan. Alasannya ialah Indonesia masih menyimpan sejumlah aset energi biomassa dengan kualitas bagus namun belum dimaksimalkan pemanfaatannya. Inovasi tepat guna memproduksi bahan terbarukan misalnya tempurung kelapa, serbuk gergaji kayu, sekam padi, ampas tebu
Oleh karena itu, Indonesia harus bergegas untuk membuat suatu fenomena fermentasi sebagai upaya untuk kreasi bahan ternak dengan memanfaatkan sampah sekitar. Pakan ternak alternatif merupakan sumber pakan yang dapat diperbarui (renewable) dan dapat diproduksi secara berkesinambungan (suistainable). Sumber pakan alternatif diperoleh melalui pemanfaatan biomasa dapat diperbarui dan konon katanya juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Onchieku dalam jurnal “Optimum Parameters for the Formulation of Charcoal Briquettes Using Bagasse and Clay as Binder European” mencatat bahwa keberadaan energi biomasa di dunia sekitar 14%. Biomassa mempunyai banyak jenis, diantaranya; batok kelapa, bonggol jagung, serbuk kayu, ampas tebu, dll. Pusat data dan sistem informasi pertanian-kementrian pertanian 2016 mencatat bahwa Kediri penghasil gula terbesar kedua di Jawa Timur, yaitu sebesar 215.805 ton (17,12%) dari produksi tebu di Jawa Timur. Itu artinya Kediri menghasilkan banyak ampas tebu sebagai replikasi biomassa di Indonesia.
Bagasse (Saccharum Officinarum L.) merupakan residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah diekstrak. Definisi dari tanaman tebu sendiri ialah tanaman yang dijadikan bahan baku pembuatan gula dan sebagai landasan pembuatan minuman serta makanan. Potensi bagasse berkaitan dengan pemanfaatan biomassa sebagai pengganti bahan bakar. Biomassa merupakan sumber energi potensial sebagai alternatif bahan bakar fosil yang ada di Indonesia. bahan dasar biomassa yang menggunakan bahan-bahan alami menjadikan biomassa menjadi sumber energi yang dapat diperbarui (renewable) sehingga dapat diproduksi secara berkesinambungan (suistainable). Permasalahannya adalah bagasse yang dihasilkan setelah mengekstrak tebu tidak dimanfaatkan dengan baik, ditimbun atau dibuang begitu saja. Data P3GI 2010 menunjukkan pada tahun 2009 terdapat 15 perusahaan (62 pabrik gula) dengan jumlah tebu yang digiling sebanyak 29,911 juta ton per tahun. Dari jumlah tebu yang digiling tersebut, ampas tebu yang dihasikan sebesar 2,991 juta ton. Data diambil dalam sepuluh dekade terakhir, karena jika dalam sepuluh dekade terakhir jumlah kebutuhan semakin meningkat. Apabila tidak ditangani dengan segera, maka akan menyebabkan degradasi energi terbarukan yang disebabkan oleh keseimbangan ekosistem sumber daya alam yang terganggu. Hal yang mendasari pemanfaatan ampas tebu (Bagasse) adalah potensinya sebagai bahan bakar biomassa yang akan diolah menjadi biobriket karena kandungan karbon aktif yang tinggi. Parameter yang diuji pada penelitian Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) untuk menentukan gugus fungsi, menunjukkan Yield hasil karbonisasi tertinggi sebesar 26% pada suhu 500°C dan paling rendah 14% pada suhu 700°C. Hal tersebut menunjukkan potensi bahan karbon aktif yang tinggi dalam pembuatan biobriket, sebagai alternatif bahan bakar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Roadmap penelitian ini bertujuan sebagai upaya pemanfaatan bagasse sebagai alternatif pada prsoses pengolahan bakan pakan ternak untuk kambing. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan bagasse dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya alam terbarukan yang ramah lingkungan.
Ampas tebu yang kini terdapat di masyarakat Indonesia tidak dimanfaatkan dengan baik oleh peternak kemungkinan karena peternak tersebut memiliki alasan sebab ampas tebu atau bagasse tergolong ampas yang mempunyai serat kasar dengan kandungan lignin sangat tinggi (19,7%) dengan kadar protein kasar rendah (28%). Tetapi, limbah ini sangat potensi sebagai bahan pakan ternak. Melalui fermentasi berbasis probiotik, kualitas dan tingkat kecernaan ampas tebu akan diperbaiki sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan. Tahapan fermentasi ampas tebu dengan fermentasi jerami. Namun, hal demikian perlu menjadi perhatian untuk ditambahkan beberapa bahan guna melengkapi kebutuhan mineral yang diperlukan dalam bahan pakan tersebut.
Cara pembuatan fermentasi pakan ternak dengan memanfaatkan bagasse ini melalui beberapa tahapan, di antaranya: 1) latihan dan dosis yang perlu dicampurkan untuk fermentasi ampas tebu; 2) setiap 10 ton ampas tebu dibutuhkan 10 kilogram probiotik starbio, 10 kiligram pupuk urea, 2 kilogram pupuk TSP atau SP36, 2 kligram pupuk ZA; 3) sebagaimana halnya pada jerami padi, urea dimanfaatkan untuk meningkatkan kadar protein ampas tebu starbio dengan kandungan mirkobanya diperlukan untuk mengurai lignin dan selulosa serat kasar sehingga memiliki kecernaan yang memenuhi syarat untuk ternak. Pupuk TSP atau SP36 sebagai sumber phosphor. Pupuk ZA sebagai sumber sulfur. Sedangkan, nitrogen diperlukan untuk menstimulir mikroba pengurai pada starbio sehingga menjadi lebih aktif.
Proses fermentasi bahan pakan ternak bagasse juga bisa dilakukan dengan menggunaka jamur tiram putih agar tidak mempengaruhi konsumsi dan kecernaan bahan kering, bahan organik, NDF dan ADF, pertambahan bobot hidup dan efisiensi ransum. Dengan pernyataan demikian, bagasse dapat digunakan untuk menggantikan rumput sebaga sumber serat. Bagasse yang dicacaj terfermentasi dapat digunakan untuk menggantikan rumput sebagai sumber serat. Hal ini dibantu dengan jamur tiram putih secara anaeorb. Setelah proses fermentasi, dilakukanlah inkubasi dengan suhu konstan 22 derajat pada kelembapan 80% selama 40 hari.
Bahan pakan ternak adalah segala bahan yang dapat dimakan, disukai, dicerna, dan bermanfaat bagi ternak dengan makna tidak beracun atau mengganggu kesehatan ternak. Pakan harus mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh ternak, namun tetap dalam jumlah yang seimbang. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian bagi para petani dan peternak untuk berkreasi dalam pemanfaaran sumber bahan terbarukan seperti bagasse agar kondisi lingkungan tetap dalam posisi seimbang dan ternak kambing juga terpenuhi nutrisi. (*)