Menu

Mode Gelap

Hukum dan Kriminal · 1 Jul 2024 19:45 WIB

Ahli Pidana dan Ahli Kenoktariatan Sebut Lusi Kelola Sumber Elektronik Sah dan Dibenarkan


 Ahli Pidana dan Ahli Kenoktariatan Sebut Lusi Kelola Sumber Elektronik Sah dan Dibenarkan Perbesar

Sumbawa, dwipamedia.com – Fakta persidangan kasus Sumber Toko Elektronik yang kini menjadi perhatian publik nasional kian terang benderang. Hal ini setelah Tim Kuasa Hukum Terdakwa Lusy, mengajukan dua saksi ahli yakni ahli pidana dan ahli kenoktariatan, pada persidangan lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Sumbawa, Senin, 1 Juli 2024.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim John Michel Leuwol SH didampingi dua hakim anggota, Fransiskus Xaverius Lae SH dan Rino Hanggaran SH ini dipadati para pengunjung untuk memberikan dukungan kepada Nyonya Lusi yang dinilai terdzolimi oleh proses hukum yang janggal.

Menjawab permintaan pendapat tim kuasa hukum terdakwa, Safran SH MH, Adhar SH MH., Taufikurrahman SH., M.Hum dan Muhammad Arif SH, Saksi Ahli Kenoktariatan, Dr. Habib Adjie SH MH dari Universitas Narotama Surabaya, di hadapan JPU, Rika Ekayanti SH, menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan Nyonya Lusi dalam mengelola Sumber Elektronik memiliki legal standing. Karena dalam mendirikan perusahaan minimal ada dua orang persero.

Ketika salah satu persero meninggal dunia maka akan diganti ahli warisnya agar jumlah persero tidak kurang dari persyaratan minimal. Karena itu apa yang dilakukan Nyonya Lusi untuk melanjutkan operasional perusahaan, diperbolehkan. “Ini boleh dilakukan terdakwa demi keberlanjutan perusahaan, guna memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga seperti pembayaran gaji karyawan, air, listrik, utang bank, dan pemeliharaan kendaraan operasional,” ungkapnya.

Saat dimintai pendapatnya apakah anak angkat dapat menjadi ahli waris ? Doktor Habib memberikan penjelasan mengenai golongan yang menjadi ahli waris. Yaitu pertama, isteri atau suami. Kedua anak, ketiga saudara kandung. Dan keempat, negara.

Menurutnya, istri dapat menjadi ahli waris jika masih terikat perkawinan. Ketika sudah bercerai, maka bukan lagi ahli waris. Maka jatuh kepada golongan kedua yaitu anak. Karena almarhum dari hasil perkawinannya dengan Ang San San tidak memiliki anak, maka ahli warisnya adalah saudara kandung. Ketika istri, anak dan saudara kandung tidak ada, maka semua harta warisnya diserahkan kepada Negara.

Kemudian soal CV Sumber Elektronik. Dikatakan saksi, bahwa Sumber Elektronik didirikan oleh Slamet Riyadi Kuantanaya (Toe) selaku comanditer aktif dan Ang San San selaku comanditer pasif. Saat Toe meninggal dunia, maka persero yang masih hidup (Ang San San) harus bermusyawarah dengan ahli waris Toe untuk melanjutkan atau membubarkan CV, termasuk meminta salah satu perwakilan ahli waris untuk menggantikan persero yang meninggal.

Untuk itu sangat tidak dibenarkan adanya tindakan sepihak dari salah satu persero (Ang San San) untuk melakukan perubahan akta atau memasukkan orang lain tanpa bersepakat dengan ahli waris almarhum.

Terkait pendapat soal perceraian Toe dan Ang San San, Saksi Ahli ini mengatakan, tidak lagi diatur dalam harta warisan melainkan harta gono gini. Seharusnya sebelum perceraian terjadi ada kepastian pembagian harta untuk memastikan mana hak dari masing-masing keduanya. “Kalau belum, agak kesulitan untuk membagi harta bersama ini. Untuk memastikannya bisa berunding dengan pembagian secara proporsional dengan catatan CV punya pembukuan, dan pembagiannya setelah dalam kondisi bersih, yakni setelah dilakukan pemotongan pajak, hutang, dan lain-lain. Jika berunding sudah tidak bisa dilakukan, maka dapat diselesaikan melalui putusan pengadilan,” imbuhnya.

Kemudian soal pengangkatan anak oleh Almarhum Toe dan Ang San San. Menurut Doktor Habib, mengangkat anak itu dilakukan terhadap orang yang tidak ada hubungan darah dengan pihak yang mengangkatnya. Sedangkan Veronika Anastasia adalah anak kandung dari Ang San San, istri dari almarhum. Artinya, Veronika memiliki hubungan darah dengan Ang San San sehingga tidak bisa dijadikan anak angkat. “Jadi (Veronika) bukan anak angkat, melainkan perwalian karena ibu kandung Veronika (Ang San San) menikah dengan almarhum (Toe),” jelasnya.

Untuk itu Ia merasa aneh ada putusan pengadilan yang menetapkan anak angkat dari bawaan istri. UU Perkawinan sangat tegas menyatakan bahwa anak kandung dilahirkan dari perkawinan yang sah. Veronika hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya (Ang San San). Tidak bisa dinisbahkan menjadi anak orang lain.

Veronika tetap memiliki hubungan waris dengan orang tuanya (Ang San San dan suami pertamanya). Tentunya tidak bisa menjadi ahli waris Almarhum Toe. “Ini kan aneh, anak kandung istri dijadikan anak angkat. Ini putusan pengadilan mana ya ?” tanyanya.

Demikian dengan perubahan akta CV Sumber Elektronik dinilai tidak sah. Sebab ungkap Doktor Habib, perubahan akta itu adalah tindakan sepihak tanpa persetujuan ahli waris Almarhum Toe. Apalagi ada fakta bohong yang dimasukkan sebagai ahli waris. “Memasukkan sesuatu yang tidak sesuai data, dan dilakukan sepihak itu batal dan anggap saja (akta perubahan) itu tidak pernah ada,” pungkasnya.

BUKAN PIDANA

Hal senada disampaikan Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Prof. Dr. Muzakkir SH., M.Hum. Pakar pidana berkelas nasional ini menegaskan bahwa mengelola Sumber Elektronik oleh terdakwa bukan perbuatan tindak pidana penggelapan, karena dilakukan untuk melanjutkan operasional perusahaan. Pengelolaan ini dilakukan terdakwa bersifat sementara karena dalam kondisi darurat. “Terdakwa selaku ahli waris punya kedudukan yang sah untuk mengganti peran almarhum. Operasional perusahaan tidak boleh mangkrak, karena ada kewajiban hukum yang terjadi sehubungan dengan meninggalnya salah satu anggota dari korporasi (Sumber Elektronik) bersangkutan. “Legalitas terdakwa Lusi sah sebagai wakil dari komanditer yang meninggal, pengelolaannya hanya bersifat sementara sampai ditunjuknya pengurus baru. Artinya, melaksanakan korporasi untuk menyelesaikan kewajiban kepada pihak ketiga, bukan termasuk penggelapan. Justru kalau mendiamkan atau membuat perusahaan vakum sementara ada kewajiban, itu justru yang tidak benar,” ujarnya.

Dijelaskannya, syarat utama untuk melihat ada niat jahat terdakwa adalah dengan dilakukan audit investigasi. Untuk melakukan audit ini harus memilih auditor disepakati oleh seluruh korporasi melalui rapat grup. Hasil rapat sepakat menunjuk akuntan publik yang independen. Untuk audit ini juga harus disepakati obyek yang diaudit. Bukan dari sepihak, seperti yang dilakukan auditor (Khairunnas) yang melakukan audit terhadap obyek atas pesanan salah satu pihak. “Kalau audit dilakukan sepihak, menjadikan penunjukan auditor, mengambil obyek bahan audit, dan produk audit dinyatakan tidak sah. Sehingga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang pimer untuk tindak pidana ini. Apalagi audit terhadap obyek untuk rentang waktu 2015-2021, yang bukan masa terdakwa dalam mengelola Sumber Elektronik, melainkan dikelola almarhum. Kalau untuk kepentingan pembagian harta gono gini, ini bisa dilakukan karena auditnya harus menyeluruh. Tapi kalau untuk membuktikan tindak pidana penggelapan harusnya dilakukan audit selama terdakwa mengelola. Tentunya orang yang tidak berbuat tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk perbuatan perbuatan yang dilakukan orang lain,” tandasnya.

Menjawab pertanyaan bahwa dalam kasus yang menjerat Nyonya Lusi ini mana yang didahulukan proses pidana atau proses perdata mengingat saat ini gugatan perdata tengah berproses dan di tingkat pertama dan banding, hasilnya NO (Ontvankelijke Verklaard), atau gugatan (Ang San San) tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.

Menurut Prof Muzakkir, harusnya JPU menghentikan penuntutan pidananya terlebih dahulu jika terjadinya perselisihan pra yudisial (gugatan perdata) mengingat obyek dugaan penggelapan masuk dalam proses perdata. “Proses pidana terhadap terdakwa (Lusy) harus dihentikan terlebih dahulu menunggu proses perdata hingga memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sebab putusan ini akan menjadi alat bukti dalam proses penyidikan tindak pidananya. Artinya yang diutamakan adalah proses perdatanya,” imbuhnya.

Kemudian pertanyaan soal locus dan tempos. Bahwa laporan kasus dugaan tindak pidana penggelapan yang menjerat terdakwa dilaporkan pada tanggal 10 Mei 2021, sedangkan perbuatan terdakwa dengan mengelola Sumber Elektronik dilakukan pada tahun 2022. Atau laporan dilayangkan ketika peristiwa hukum belum terjadi.

Prof Muzakkir menegaskan bahwa hukum tidak boleh berlaku surut. Peristiwa yang diproses adalah peristiwa masa lalu bukan peristiwa akan datang. Artinya ini proses hukum ini tidak berlaku bagi Nyonya Lusi sebagaimana Asas Non Retoratif. “Konsekwensi hukumnya adalah laporan tersebut tidak boleh diarahkan kepada seseorang yang menjadi terdakwa. Terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan karena tidak masuk dalam lingkup laporan yang disampaikan terlapor,” demikian Prof Muzakkir. (dmn)

Artikel ini telah dibaca 10 kali

Baca Lainnya

FPPK Desak Komisi Yudisial Periksa dan Pecat Oknum Hakim di PN Sumbawa

6 November 2024 - 16:34 WIB

Datangi PN Sumbawa, Massa FPPK Duga Majelis Hakim Terima Suap

6 November 2024 - 16:32 WIB

Tim Sambo Laporkan Majelis Hakim “Kasus Sumber Elekronik” ke MA dan KY

29 Juli 2024 - 21:40 WIB

Kuasa Hukum Sesalkan Putusan Majelis Hakim Vonis 7 Bulan untuk Nyonya Lusi

29 Juli 2024 - 21:38 WIB

Polres Sumbawa Musnahkan Ratusan Gram BB Sabu dan Ganja

25 Juli 2024 - 15:09 WIB

Operasi Antik Dua Pekan, Polres Sumbawa Amankan 17 Pelaku Narkotika

25 Juli 2024 - 15:02 WIB

Trending di Hukum dan Kriminal