Sumbawa, dwipamedia.com – Sebuah pusat edukasi hiu paus telah resmi dibuka di Desa Labuhan Jambu, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Senin (3/2/2025). Tempat yang menjadi pusat literasi tentang spesies karismatik yang juga dikenal dengan sebutan hiu tutul itu dibangun di tengah Taman Pantai Panjang Hiu Paus yang berada di Kecamatan Tarano. Konservasi Indonesia, yang didukung oleh Kedutaan Besar Prancis dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, membangun rumah belajar ini dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang peran ekologis hiu paus.
“Dengan adanya learning centre ini, kami berharap dapat meningkatkan pemahaman kepada masyarakat lokal ataupun wisatawan yang berkunjung, mengenai pentingnya hiu paus dalam ekosistem pesisir, laut dan ekonomi masyarakat. Pengunjung pusat edukasi ini bisa mendapatkan informasi mengenai ancaman apa saja yang dihadapi spesies ikan terbesar di dunia ini, dan bagaimana cara untuk melindungi mereka,” ujar Senior Vice President dan Executive Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany.
Data dan pengetahuan yang disajikan di pusat edukasi ini, imbuh Meizani, akan membuka wawasan masyarakat dan pengunjung lebih luas lagi. Informasi mengenai, perilaku, habitat, hingga hasil penelitian ilmiah terkini dipaparkan di tempat ini. “Dengan membaca panduan dan hasil riset terkini tentang hiu paus yang ada di pusat edukasi ini, kami berharap masyarakat mau ambil bagian untuk terlibat dalam menguatkan ekowisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Kami ingin pengalaman wisatawan dalam berkenalan dengan hiu paus di Teluk Saleh dapat dilakukan dengan terus menjaga serta mengelola dengan baik habitat alami mereka,” tutur dia.
Duta besar Prancis untuk Indonesia, Fabien Penone, dalam kesempatan yang sama menyebut Prancis dan Indonesia sebagai dua negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki sejarah panjang dalam kerja sama di bidang kelautan dan mempunyai peran strategis dalam menjaga keberagaman hayati laut serta mengelola sumber daya laut yang berkelanjutan.
“Prancis berkomitmen untuk memperkuat kemitraannya dengan Indonesia melalui Dialog Maritim Bilateral, yang sesi keduanya diadakan pada Maret 2024 lalu, dengan pembahasan pengembangan program kerja sama kelautan dan perikanan yang berfokus pada keberlanjutan serta inovasi. Karena Prancis akan menjadi tuan rumah dan memimpin konferensi PBB tentang kelautan yang ketiga di Nice, Juni 2025, program-program ini sejalan dengan komitmen internasional kami untuk turut serta dalam melindungi setidaknya 30% dari lautan global pada tahun 2030. Dukungan Pemerintah Prancis untuk inisiatif konservasi di Indonesia, seperti pembentukan kawasan perlindungan laut berbasis hiu paus di Teluk Saleh, sangat menggambarkan kekuatan kemitraan ini,” imbuh Dubes Fabien.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat Muslim, yang hadir dalam peresmian ini. Dia menilai pembangunan pusat edukasi ini menjadi langkah besar bagi provinsi NTB, khususnya warga Kabupaten Sumbawa, dalam kontribusinya untuk melestarikan kekayaan laut yang luar biasa.
“Tentunya hiu paus di Teluk Saleh menjadi aset penting dalam mendukung ekowisata berbasis konservasi. Pusat edukasi ini pun dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya generasi muda tentang pentingnya bersama-sama melindungi ekosistem laut. Kami sangat mengapresiasi dukungan luar biasa dari Konservasi Indonesia yang berkontribusi dalam penelitian dan pelestarian spesies ini. Begitupun dengan Kedutaan Besar Prancis yang menunjukkan bahwa perlindungan alam tidak hanya menjadi tanggung jawab lokal, tetapi juga jadi perhatian global,” tuturnya.
Temuan Baru dari Ekspedisi Teluk Saleh
Para peneliti dari Konservasi Indonesia bersama tim ekspedisi Teluk Saleh dalam penelitiannya pada Oktober tahun lalu di perairan Teluk Saleh tak hanya melakukan kajian mengenai kehidupan hiu paus. Dalam ekspedisi yang dilakukan selama delapan hari itu, mereka juga menemukan spesies baru dari ikan gobi kerdil yang ditemukan tinggal di area terumbu karang perairan dangkal.
Spesies ikan gobi kerdil baru yang dinamakan Eviota samota – merupakan akronim dari Saleh, Moyo, dan Tambora – ini memiliki ciri khas berupa pola pori kanal sensorik di bagian kepala, di mana hanya terdapat pori SOT atau pori supraotik berpasangan, dan PITO atau pori interorbital posterior berpasangan. Sebelumnya, pola ini hanya ditemukan pada dua spesies lain dalam genus yang sama yaitu E. pseudaprica dan E. amphipora. Kedua spesies tersebut memiliki perbedaan dengan spesies baru melalui pola warna tubuh dan jumlah sinar pada sirip punggung serta sirip anal.
“Spesies baru ini hanya ditemukan di dua lokasi di Teluk Saleh. Namun, kemungkinan besar spesies ini juga ada di wilayah lain di Indonesia. Kedua spesimen diambil para peneliti dari terumbu karang dangkal dengan kedalaman 3–5 meter. Mereka ditemukan di celah-celah koloni karang hidup yang halus di laguna. Terumbu karang di teluk ini terlindung dari ombak besar, tetapi terkena dampak sedimentasi dari tanah akibat perubahan penggunaan lahan di daerah pesisir sekitarnya,” papar Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Iqbal Herwata.
Iqbal melanjutkan, temuan Eviota samota ini menjadikannya spesies ke-134 yang dideskripsikan dalam genus Eviota, sekaligus menambah kekayaan keanekaragaman kelompok ikan gobi di wilayah Indo-Pasifik. Hal ini juga mengukuhkan Eviota sebagai salah satu genus ikan karang dengan tingkat keanekaragaman tertinggi. “Teluk Saleh ini unik karena ukurannya kecil namun memiliki keanekaragaman yang tinggi. Dalam survei delapan hari saja, ditemukan 570 spesies, termasuk potensi enam spesies baru seperti Eviota samota yang telah terkonfirmasi. Dengan sirkulasi arus terbatas, teluk ini memiliki komposisi spesies khas, tetapi sangat rentan terhadap ancaman karena isolasinya,” tutur Iqbal. (dmn)